Archive for the Category » Tips Parenting «

Meniru Marah

MENIRU MARAH
Oleh: Kak Eka Wardhana, Rumah Pensil Publisher

Ayah dan Bunda, pada tahun 1961 Psikolog Albert Bandura dan kawan-kawan pernah melakukan sebuah penelitian tentang perilaku agresif pada anak. Dalam penelitian itu, Bandura membagi sekumpulan anak Taman Kanak-Kanak menjadi 4 kelompok. Tiap kelompok mendapat perlakuan yang berbeda:

• Kepada Kelompok Pertama diperlihatkan sebuah film tentang orang dewasa yang melakukan tindakan kasar. Orang dewasa itu memukul sambil membentak-bentak sebuah boneka.

• Kepada Kelompok Kedua diperlihatkan adegan perkelahian dalam film kartun.

• Kepada Kelompok Ketiga diperlihatkan adegan 2 orang dewasa yang sedang berkelahi.

• Kepada Kelompok Keempat diperlihatkan adegan orang dewasa yang memperlakukan sebuah boneka dengan tenang, tanpa perilaku agresif.

Setelah itu semua anak dibawa ke sebuah ruangan bermain. Mereka dibiarkan berbaur dan memilih sendiri permainan apa yang akan dilakukan. Ternyata saat bermain, hanya anak-anak dari Kelompok Keempat yang bersikap normal dan tenang. Sementara, anak-anak dari Kelompok Pertama, Kedua dan Ketiga melakukan tindakan agresif.

Pertanyaannya Ayah dan Bunda: manakah kelompok yang paling agresif? Jawabannya adalah anak-anak dari Kelompok Ketiga, kelompok yang melihat adegan perkelahian nyata dari orang dewasa…

Ayah dan Bunda, penelitian ini menunjukkan hal yang sangat jelas: Anak-anak meniru tindakan agresif dari model yang mereka lihat (bisa jadi, inilah kesimpulan artikel kecil ini). Namun menurut saya, penelitian ini masih memiliki jarak dari kenyataan sebenarnya. Jelasnya bisa dilihat sebagai berikut:

1. Dalam situasi penelitian anak hanya menonton film, sedangkan dalam kenyataan anak melihat langsung adegan nyata.

2. Dalam situasi penelitian, anak menonton bersama-sama. Saat bersama, setidaknya anak masih bisa membagi perasaannya pada yang lain. Sedangkan dalam kehidupan nyata, seringkali anak sendirian melihat adegan di depan matanya. Tak ada teman untuk berbagi.

3. Dalam situasi penelitian, adegan hanya disaksikan 1 kali saja. Sedangkan dalam situasi nyata, sangat mungkin anak melihat adegan kekerasan yang berulang-ulang. Misalnya ia melihat ayah memaki ibu setiap ada masalah kecil.

4. Karena tahu ia sedang menonton, anak tidak merasa terancam langsung secara fisik. Itu yang terjadi dalam situasi penelitian. Sedangkan dalam kenyataan, siapa pun akan merasa terancam secara fisik melihat adegan kekerasan di depan matanya.

5. Model yang dilihat anak dalam situasi penelitian sama sekali tidak ia kenal. Sedangkan dalam kenyataannya berbeda. Penelitian menunjukkan anak lebih sering melihat kekerasan yang dilakukan orang-orang yang ia kenal. Hal ini tentu bisa menimbulkan efek meniru yang lebih kuat. Bandura menamakannya Vicarious Reinforcement: perkuatan motivasi meniru akibat model yang dikenal.

Ayah dan Bunda, Anda bisa menambahkan sendiri beberapa kesenjangan lainnya. Maksud saya: bila dalam simulasi penelitian saja hasilnya sudah signifikan mempengaruhi anak melakukan kekerasan, apalagi bila anak melihat langsung dalam dunia nyata. Mungkin hasilnya bisa berkali lipat. Benar-benar menakutkan, bukan?

Ayo Ayah dan Bunda, mulai sekarang jauhi tindak kekerasan meskipun bermaksud baik. Misalnya dengan alasan menegakkan disiplin. Jauhi juga tindak kekerasan yang menurut kita biasa, misalnya kekerasan verbal seperti mengumpat. Jauhkan juga anak dari tontonan, permainan dan game yang menampilkan kekerasan. Bahkan dengan alasan olah raga, jauhi tindak kekerasan. Misalnya jangan memasukkan anak dalam olah raga bela diri yang membuatnya jadi jumawa, tapi daftarkan ia ke dalam olah raga bela diri yang menganut ilmu padi: semakin berisi semakin menunduk.

Insya Allah kita bisa, ya Ayah? Ya Bunda?

Salam Smart Parents!

Kontrol Diri Sebelum Marah Pada Anak

Kontrol Diri Sebelum Marah Pada Anak

1. Ingat Motivasi Diri Menjadi Orangtua
Saat Anda merasa emosi dan mulai ingin marah pada anak, sebaiknya ingat-ingatlah motivasi menjadi orangtua.

Mungkin dulu sebelum Anda memiliki anak, pernah berpikir akan menjadi orangtua yang penyabar, tidak mau membentak anak dan tidak ingin membuat mereka menangis. Jika hal inilah yang ingin Anda lakukan dulu, maka wujudkanlah.

Dengan mengingat-ingat motivasi menjadi orangtua, maka emosi yang sedang ada dalam diri kemungkinan besar akan sirna dalam sesaat. Anda mungkin akan mulai menyadari bahwa menjadi orangtua memang berat dan harus banyak bersabar.

2. Berlatih Sabar
Selain membekali diri dengan berbagai ilmu parenting dalam mengasuh anak, bekal kesabaran juga tak kalah pentingnya loh Parents. Bekal sabar yang terbatas ini memang harus sering dipupuk. Untuk itu, rajinlah berlatih kesabaran diri. Hindari membesar-besarkan hal yang kecil. Misalnya saja, saat anak tidak sengaja menumpahkan susu coklat di lantai. Alih-alih langsung memarahi anak, sebaiknya ajak anak untuk membersihkannya bersama. Selain melatih kesabaran yang Anda miliki, secara tidak langsung anak juga belajar bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.

3. Bicara Positif Pada Diri Sendiri (Positive Self-Talk)
Kontrol diri lainnya yang perlu Anda lakukan sebelum marah pada anak adalah berbicara positif pada diri sendiri. Misalnya, alih-alih berbicara pada diri sendiri bahwa “Aku adalah Ibu buruk, aku tidak pecus mengurus anak, aku tidak bisa membuat anakku bahagia”, ganti dengan kalimat positif seperti

“Aku adalah Ibu yang terus belajar menjadi orangtua yang lebih baik, aku adalah Ibu yang meskipun kadang tidak sabar, tapi terus berusaha untuk jadi lebih sabar”.

4. Observasi Pemicu Amarah
Selalu akan ada pemicu seseorang untuk marah, termasuk saat Anda marah-marah dengan anak. Nah, untuk mengontrol diri agar tidak marah pada anak, sebaiknya mulai observasi pemicu amarah Anda sebenarnya.

Kebanyakan orangtua justru marah pada anak karena sedang stres dengan pekerjaan, dan bukan karena perilaku anak. Misalnya, saat kita sedang mengalami Bad Day di kantor, lalu semua emosi tersebut dibawa hingga ke rumah. Nah, jika Anda sudah menemukan pemicu amarah, maka segera atasi dengan menenangkan diri terlebih dahulu sebelum berinteraksi dengan anak-anak.

5. Lakukan Perawatan Diri
Kontrol diri lainnya yang perlu dilakukan sebelum marah pada anak adalah melakukan perawatan diri. Salah satu perawatan diri yang penting bagi orangtua adalah meluangkan waktu me-time tiap harinya.

Me-time yang Anda lakukan tidak perlu lama, cukup sekitar 10 menit, jauhkan diri sejenak dari anak-anak dan lakukan hal yang membuat Anda menjadi tenang. Misalnya, minum teh sambil melihat tanaman di rumah, atau sekedar menikmati musik favorit anda.

6. Waspadai Hal Pemicu Amarah
Setelah Anda mengobservasi pemicu amarah, jangan lupa waspada terhadap pemicu tersebut. Pasalnya, jika pemicu tersebut menghampiri Anda lagi maka bisa dipastikan Anda akan langsung emosi. Untuk mengatasinya, sebaiknya ambil langkah mundur satu langkah untuk menghindari pemicu tersebut sejenak.

Misalnya, jika kemarahan Anda dipicu karena melihat postingan teman di sosial media yang cenderung “toxic”, maka hindari menggunakan sosial media sejenak. Hal ini bisa Anda lakukan untuk mengontrol diri agar tidak marah-marah pada hal lainnya.

7. Belajar Memaafkan
Penting bagi kita semua untuk belajar memaafkan, karena memaafkan adalah salah satu cara terbaik dalam mengontrol diri sebelum marah-marah pada anak. Misalnya, saat anak sedang rewel setelah pulang sekolah, alih-alih memarahinya sebaiknya pahami anak dengan memaafkan. Mungkin saja anak sedang sangat lelah atau sedang ada hal yang mengganggunya di sekolah.

Kata orang butuh sebentar untuk membersihkan noda di lantai karena anak menumpahkan susu, tapi butuh waktu bertahun-tahun untuk mengobati luka hati anak karena amarah kita padanya. Untuk itu, penting bagi orangtua selalu berusaha mengontrol diri sebelum marah-marah pada anak.

#Repost schoolofparenting.id
・・・
Repost by Dina Adriana
www. rumahraisha.com
https://rumahraishasemarang.ngorder.id
Wa 08179528643
IG dina.adri
FB Dina Adriana

‘Pembelajar Sepanjang Hayat, Dimulai dari Rumah’

Training Toilet

? TOILET TRAINING ?

Halo Ayah Bunda, ada yang sedang dalam fase melatih si kecil toilet training? Gimana stok sabarnya, masih aman terkendali kan? ?

Toilet training ini memang salah satu milestone besar buat balita. Dan tidak seperti milestone lainnya, toilet training ini membutuhkan bimbingan yang intens, waktu dan kesabaran yang banyak. Bahkan ada psikolog yang menyebut toilet training ini sebagai one of the big parenting war. Setuju nggak, Ayah Bunda?

Tapi meskipun begitu, dengan trik dan metode yang tepat, si kecil bisa kok sukses toilet training. Bahkan dalam waktu yang relatif singkat.

? Ini dia beberapa trik toilet training:

1. Pastikan orang tua dan balita sama-sama siap.

Untuk orang tua, jelas ya. Karena kita yang akan menghadapi langsung. Harus jaga emosi dan memperbanyak stok sabar. Kita juga harus menjaga jangan sampai menjugde saat anak ‘kelepasan’ pup atau pipis di celana. Stay calm, dan terus sounding terkait aturan toilet training ini.

Nah, kalau untuk balita, umumnya akan siap dilatih toilet training saat otot-ototnya mulai dapat mengontrol kandung kemih. Biasanya di usia 18 bulan ke atas. Selain itu ditandai juga dengan kesiapan fisik dan emosi serta bahasa di usia 2-3 tahun.

Jika si kecil sudah bisa duduk tegak, diapernya kering 2-3 jam, mampu memahami instruksi sederhana dan sudah mampu mengatakan keinginannya, maka insya Allah dia sudah siap masuk ke fase toilet training.

2. Biasakan kegiatan kamar mandi

Ayah Bunda bisa mulai dengan mengenalkan kegiatan kamar mandi pada si kecil. Biasakan pipis dan pup di potty chair. Biarkan ia memilih agar ia suka menggunakannya.

Perlihatkan ketika Ayah Bunda membuang dan mem-flush kotorannya dari popok di kloset.

Ceritakan secara sederhana fungsi toilet dan cara menggunakannya, cara pipis dan pup, jelaskan tentang alat kelamin dan fungsinya, bacakan cerita atau dongeng tentang pispot/toilet, dan belikan ia celana dalam seperti layaknya anak sudah besar.

3. Atur jadwal dan konsisten

Mengatur asupan cairan dan makanan ke tubuh balita diperlukan untuk mengatur interval ke kamar mandi. Amati jadwal siklus pipis dan buang air besarnya, misalnya si kecil biasa pup sekitar jam 9 pagi dan pipis 2 jam sekali.

Siklus pipis dan pup ini memudahkan Ayah Bunda mengajaknya menyalurkan dorongan pipis dan pup di tempat dan waktu yang tepat.

Pastikan pula Ayah Bunda mampu secara konsisten melaksanakan jadwal yang sudah diterapkan sehingga tidak terjadi kebingungan.

4. Apresiasi

Rayakan bila ia berhasil melakukan pipis dan pup dengan benar. Hadiahi dengan pujian, atau bisa menggunakan reward berupa stiker lucu dan menarik.

Kalaupun terjadi ‘kelepasan’, pasang saja wajah datar sembari sounding bahwa pipis atau pup itu tempatnya di toilet. Hindari untuk menghukumnya ya, Ayah Bunda. Karena wajah marah dan kecewa kita hanya akan membuatnya takut dan malah berakibat si kecil tidak mau bilang kalau ingin pipis atau pup.

5. Metodenya apa ya?

Nah, Ayah Bunda, untuk metode toilet training sendiri cukup banyak. Ada yang pakai metode kasual yang tanpa tatur (mengajak anak secara berkala ke toilet). Jadi cukup menanyakan apakah anak ingin ke toilet jika Ia menunjukkan sinyal ingin pipis atau pup.

Ada juga yang memakai metode 3 hari, yang sesuai namanya katanya metode ini membuat anak sukses toilet training hanya dalam waktu 3 hari saja. Caranya dengan menyiapkan waktu khusus, biasanya di weekend agar lebih maksimal untuk melatih si kecil.

Ada juga metode deadline. Jadi metode ini berfokus pada hasil akhir, misalnya tujuannya agar saat masuk preschool nanti, anak sudah terampil potty training. Katakan pada anak agar bisa masuk preschool, ia mesti berlatih ke kamar mandi setiap ingin pipis atau pup. Jika perlu, buat juga jadwal jam berapa saja anak perlu ke toilet.

Pilihan ada di tangan Ayah Bunda, mana yang sekiranya paling cocok dan paling mudah diikuti. Dan seperti yang sudah ditulis di awal artikel ini, bahwa toilet training memang milestone besar yang butuh bimbingan intens, waktu dan kesabaran yang banyak. Tapi Ayah Bunda dan si kecil pasti bisa! ?

Semangaaat^^

-Sumber elhana-

MENJADI ORANGTUA YANG BAHAGIA (Bagian 2)

15965236_843223432487326_1972687430885145839_n

Halo Ayah Bunda, Assalamu’alaikum :).
Masih ingat dong ya tentang pembahasan bagaimana menjadi orangtua yang bahagia di bagian satu kemarin? Jadi apa kabar inner child? Sudah sukses menghalaunya dari diri kita?

Sesuai janji kami, untuk bagian kedua ini kita akan membahas bagaimana langkah-langkah menjadi orangtua yang bahagia. By the way, bahagia itu apa sih Ayah Bunda?

Saat kita berhasil mencapai sesuatu?
Atau saat kita berhasil memiliki sesuatu? Rumah mewah, mobil idaman, atau anak yang cerdas dan berprestasi?

Jika bahagia diukur dengan parameter demikian, betapa mudahnya bahagia tercerabut dari hidup kita jika hal tersebut di atas hilang. Betul tidak?

Bahagia itu datangnya dari dalam, bukan dari luar diri kita. Nggak asing dong ya dengan pepatah “Happines is made, not given”. Ya, bahagia itu diciptakan dan bukan diberikan. Bahagia adalah saat kita mampu menikmati sesuatu yang ada dan tidak mencari apa yang tidak ada. Bahagia kita tidak akan tergantung pada apa yang kita miliki dan apa yang sudah kita raih.

Maka Ayah Bunda, bahagia ini sangat erat kaitannya dengan berpikir positif yang datang satu paket bersama syukur. Bagaimanapun, Ayah Bunda harus mengapresiasi diri sendiri yang sudah sampai di posisi saat ini. Untuk bisa sampai sejauh ini tentu merupakan hasil dari ikhtiar kita, bantuan dari orang lain dan tentu saja rahmat dari Allah SWT.

Begitupun dengan menjadi orangtua. Betapa besar tanggung jawab yang Ayah Bunda emban untuk merawat dan mendidik buah hati. Namun, hal itu akan terbalas dengan ridho Allah jika dalam menjalaninya selalu kita bingkai dengan sabar, syukur dan selalu berpikir positif.

Jadi sekali lagi, bahagia bukanlah saat dimana Ayah Bunda berhasil mencapai yang sesuatu yang diinginkan, bukan juga saat keadaan berjalan seperti yang diharapkan, melainkan selalu bersyukur di setiap waktu karena kita masih bisa menikmati segala nikmat dan karunia yang ada.

Tentunya jika kita sudah menjadi orangtua yang bahagia, maka kita akan lebih mudah mendidik anak menjadi sosok yang berbahagia pula.

Nah, Ayah Bunda beberapa tips berikut mudah-mudahan bisa menjadi pengingat dan panduan agar kita selalu menjadi orangtua yang bahagia:

1. Meyakini bahwa tidak ada orangtua yang sempurna.

Karena kita adalah manusia biasa, Ayah Bunda. Yang bisa salah, bisa lupa dan bisa lalai. Hal ini perlu kita sadari sepenuhnya. Kenapa? Agar kita bisa berdamai dengan diri sendiri, dan selanjutnya membentangkan jalan untuk selalu memperbaiki diri. Mengupgrade ilmu, meningkatkan kualitas ruhiyah dan selalu memperbaharui cinta dan kasih sayang kita untuk anak-anak.
Karena jika sepanjang hidup kita malah terobsesi menjadi orangtua yang sempurna, keadaan akan berbalik. Kita mudah kesal saat anak-anak berulah, mudah tersulut emosi, uring-uringan dan kemudian mudah sekali dihinggapi stress.

2. Meyakini bahwa tidak ada anak yang sempurna.

Setelah meyakini bahwa tidak ada orangtua yang sempurna, maka demikian pula dengan anak-anak. Dia pasti memiliki kelemahan dan kekurangan. Setelah kita berbesar hati dalam menerima kekurangan diri dalam mendidik anak, maka kemudian kita berbesar hati pula dalam menerima segala kekurangan anak.
Anak-anak kita tidak harus menjadi sosok yang sempurna.

Tertekan saat mendengar orangtua lain tak henti menceritakan segala kelebihan anaknya? Stress saat anak-anak ternyata tak mampu memenuhi harapan kita? Hmm, buang jauh-jauh ya Ayah Bunda. Yuk fokus pada kelebihan mereka saja. Fokus pada keunikan yang mereka miliki dan berbahagialah dengan potensi yang Allah titipkan kepada masing-masing mereka.

3. Kita tidak selamanya bersama mereka.

Maka mulai sekarang berhentilah menjadi garda terdepan dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah anak-anak, bahkan saat sebenarnya mereka mampu mengatasinya sendiri. Saya ingat sebuah artikel yang ditulis oleh psikolog Ibu Elly Risman. Sudahlah kita menjadi koki yang memasak untuknya setiap hari, mejadi supir, menjadi guru yang siap sedia mengerjakan PRnya, hingga hal kecil seperti mengikat tali sepatunya.

Sikap over protective seperti di atas dapat menjebak orangtua ke dalam kondisi yang tidak berbahagia. Kenapa? Karena hari-hari kita akan penuh tekanan. Tertekan saat anak terlambat bangun, tertekan saat anak mendapat nilai yang kurang memuaskan, tertekan saat anak semakin lama malah semakin tergantung kepada kita. Di sisi lain, anak jadi tidak terlatih dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Gagap dalam menghadapi masalah dalam kesehariannya. Padahal kesigapannya menyelesaikan masalah merupakan bekal penting untuk tumbuh dewasa.

4. Parenthood before parenting.

Untuk menjadi orangtua yang bahagia, tentu Ayah Bunda tidak bisa berjalan sendiri-sendiri bukan? Hal pertama adalah, Ayah Bunda harus berbahagia dengan pasangan masing-masing. Karena jika sudah berbahagia dengan pasangan, tentunya akan lebih mudah untuk menciptakan lingkungan dan ‘iklim’ yang hangat dan bahagia untuk anak.

5. Sharing is caring.

Merasa kebingungan menghadapi segala ulah si kecil? Merasa frustasi saat anak-anak susah sekali mematuhi aturan yang sudah dibuat? Merasa menjadi orangtua yang paling repot dan menderita sedunia? Hehe, mungkin Ayah dan Bunda perlu mencari dan bergabung dengan komunitas parenting yang sesuai dengan visi misi keluarga Ayah Bunda. Saat ini banyak sekali kok komunitas parenting yang ada.

Selain bisa silaturrahim, Ayah Bunda juga bisa sharing dan menambah wawasan tentang pernak pernik pola asuh si kecil. Dengan berbagi pengalaman, bisa membuat Ayah Bunda merasa tidak sendiri, apalagi jika ternyata pengalaman kita bisa berguna untuk orang lain.

6. Take yor time.

Karena kita bukan robot dan hanya manusia biasa yang sangat bisa dilanda bosan dan jenuh. Dengan rutinitas yang berjalan begitu-begitu saja, penting sekali untuk berhenti sejenak dan rileks dengan diri sendiri. Ayah Bunda tentu punya cara masing-masing kan? Membaca Alquran, mendengar lantunan murottal sambil menulis buku, olahraga, atau apa saja. Just take your time, relaks and be happy!

Jadi, selamat berbahagia, Ayah Bunda 🙂

Sumber :
#Elhana

Menjadi Orang Tua Yang Bahagia Bagian 1

Halo Ayah Bunda,

Artikel tentang Menjadi Orangtua yang Bahagia, bahwa sudut pandang kita terhadap parenting sanga mempengaruhi output yang akan dihasilkan child.

Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat di infografis berikut ini ya.

Semoga bermanfaat 🙂

15726357_838287362980933_5644656937273052591_n

15822551_838178529658483_2774514838834078099_n

TIPS MENUMBUHKAN KECINTAAN ANAK KEPADA RASULULLAH

Salah satu hal yang penting ditanamkan kepada anak sejak dini adalah menanamkan kecintaan anak kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam(setelah menanamkan kecintaan kepada Allah tentunya).

Pendidikan Islam menuntut anak kecil maupun dewasa agar meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena beliau adalah teladan terbaik yang tak akan tergantikan. Beliau manusia paling sempurna dan utusan Allah Ta’ala yang paling utama.

Mirisnya, saat ini banyak anak-anak dari kalangan kaum muslimin yang mengidolakan banyak tokoh fiktif, baik itu berbagai macam superhero atau princess, namun kurang mengenal akan Rasulnya.

Meniru banyak perilaku idola fiktifnya, tapi justru luput dari banyaknya adab harian yang telah diajarkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Padahal, seharusnya beliau lah manusia pertama yang harus di idolakan dan di contoh perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Beliau lah manusia yang harus paling dicintai oleh seorang muslim, melebihi kecintaan seorang kepada orang tua, anak, atau manusia manapun seluruhnya..

Kecintaan kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam ini pun akan membuahkan banyak faidah, diantaranya :
1. memperoleh kesempurnaan iman
“Tidaklah (sempurna) iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada orangtuanya, anaknya dan segenap umat manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. sebab mendapatkan manisnya iman
“Tiga perkara yang membuat seseorang akan mendapatkan manisnya iman yaitu : Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya, dia mencintai saudaranya, tidaklah dia mencintainya kecuali karena Allah, dan dia benci kembali pada kekufuran sebagaimana dia benci dilemparkan dalam api.”

3. menjadikan seseorang bersama beliau di akhirat
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata: Tidaklah kami sangat bergembira setelah nikmat Islam kecuali setelah mendengar sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.”. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:”Maka sungguh aku mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar, dan Umar –radhiyallahu ‘anhuma-. Dan saya berharap bisa bersama mereka, walaupun amalanku tidaklah seperti mereka.”
___

Maka, di antara upaya yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan kecintaan anak kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam adalah :

1. mengajarkan kepada anak kalimat syahadat “Muhammad Rasulullah” sedini mungkin, beserta makna nya agar anak bisa sedikit mengerti. Bahwa beliau adalah Rasul (harus dijadikan panutan) dan hamba Allah (tidak boleh berlebihan dalam mengagungkan beliau, misal berdoa kepada beliau).

2. memberitahu anak bahwa Rasulullah adalah orang paling berjasa yang mengeluarkan kita dari kegelapan kepada cahaya, yang menyampaikan agama dan kebaikan kepada kita, yang memperingatkan kita dari kemungkaran.

3. menceritakan kepada anak mengenai keagungan akhlak Rasulullah, sifat dan sikapnya yang sempurna (misal, sifat beliau yang dermawan, lemah lembut, penyayang, dll).

4. mempraktekkan adab keseharian sesuai tuntunan beliau.
Contoh: sejak dini (walaupun anak belum bisa bicara dengan jelas), orang tua terbiasa membacakan dzikir/doa. Saat anak akan makan, orang tua mengajak anak untuk mengucapkan bismillah dan makan menggunakan tangan kanan. Saat akan masuk kamar mandi, orang tua mengajak anak untuk membaca doa dulu dan mendahulukan masuk dengan kaki kiri. Dll

5. mengajarkan perjalanan kehidupan (siroh) beliau.
Bisa di mulai dengan membacakan buku siroh nabi untuk anak-anak (buku dengan banyak ilustrasi dan sedikit tulisan) agar anak tertarik.

6. membiasakan anak membaca, menghafal dan mengamalkan hadits Rasulullah (dimulai dari hadits pendek), disertai pengajaran dan penjelasan singkat sesuai yang mereka butuhkan.

7. memberitahu banyaknya faidah yang di dapat ketika anak mendahulukan kecintaan kepada Rasulullah

___

Wallahu A’lam

____

Referensi:
http://tunasilmu.com/ajarkan-hadits-pada-anak/

Inilah Alasan Mencintai Nabi

Kedudukan Anak dalam Pandangan Islam

Mendidik anak dalam Islam harus didasarkan pada petunjuk dari Allah, yaitu Al-Quran, karena Al-Qur’an tidak hanya membahas tentang kewajiban anak kepada orang tua, namun juga kewajiban orang tua kepada anaknya.

Dan berikut ini adalah pandangan Al-Quran tentang anak, yang perlu kita ketahui dalam mendidik anak :

1. Anak sebagai Amanah bagi Orangtuanya

Selayaknya para bijak mengatakan bahwa sesungguhnya anak-anak bukanlah milik kita; mereka adalah titipan dari Allah kepada kita. Untuk itu sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mendidik anak sesuai dengan yang telah Allah perintahkan. Jadi, adalah kesalahan bagi orang tua apabila seorang anak jauh dari ajaran Islam.

2. Anak sebagai Generasi Penerus

Anak adalah harapan di masa depan; merekalah kelak yang akan menjadi pengaman dan pelopor masa depan agama dan bangsa. Jadi wajib bagi kita mendidik mereka untuk menjadi generasi tangguh di masa depan. Lebih jauh, Allah memerintahkan kita sebagai orang tua untuk menjauhkan mreeka dari api neraka kelak.

3. Anak adalah Tabungan Amal Kita di Akhirat

Seperti telah kita tahu, bahwa selain amal kita di dunia, sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang saleh merupakan amalan yang pahalanya akan terus mengalir hingga hari penghitungan kelak. Jadi, mendidik anak sesuai perintah Allah tetaplah merupakan keuntungan bagi diri kita juga pada akhirnya.

4. Anak adalah Penghiburan dan Perhiasan Dunia bagi Orang Tuanya

Anak adalah perhiasan bagi orang tua. Di satu sisi, ia akan menjadi penghibur di kala lelah dan kesusahan melanda, namun di satu sisi, ia juga dapat menggelincirkan dari jalan Allah.

Berdasar pemahaman akan kedudukan anak dalam al-Qur’an diatas, maka ada 3 kewajiban orang tua dalam mendidik anak, yaitu:

Ajak anak mengenal Allah sejak dini.

1.Memberikan Dasar Hubungan Harmonis dengan Allah SWT (Habbuminnallah)

Sebagai orang tua kita harus dapat mengenalkan kepada anak-anak kita siapa Allah dan mengapa kita wajib taat padaNya. Ketaatan itu tidak karena Allah adalah pencipta, dan pemilik kita, namun karena dengan taat kepadaNya, hidup kita akan menjadi lebih baik dan bahagia.

Dengan memberikan dasar sedemikian, maka anak tidak akan menganggap Allah sebagai sebagai “hakim” atau “pengawas”; namun sebagai zat yang memang kita butuhkan keberadaanNya. Hal inilah yang harus kita jadikan landasan utama dalam mendidik anak sekaligus merancang pola asuh yang tepat baginya.

Salah satu cara untuk memberikan dasar habbuminnallah adalah dengan mengajarkan shalat kepada anak semenjak kecil. Dan kemudian mulai memberikan pengertian mengapa kita harus shalat, apa manfaat shalat dan seterusnya.

2. Memberikan dasar hubungan yang harmonis dengan orang-orang di sekelilingnya

Dalam Islam, hubungan antar manusia (hablumminanas), sama pentingnya dengan hubungan manusia dengan Allah (hablumminnallah). Bahkan nabi Ibrahim berdoa kepada Allah: “… agar mereka dicintai orang-orang…” Jadi, wajib bagi kita mengajarkan tata cara pergaulan yang baik dengan sesama dan dilandasi rasa saling hormat-menghormati; serta mampu bersikap asertif.

3. Memberikan dasar yang kuat guna menghadapi tantangan jaman

Nabi pernah bersabda bahwa Beliau mengkhawatirkan umat dibelakangnya yang akan seperti busa di lautan; banyak namun tidak berpendirian. Hal semacam inilah yang harus kita pertimbangkan saat merencanakan pendidikan dasar bagi anak-anak kita.

Misalnya bagaimana agar ia menjadi anak yang kuat imannya, santun kepada sesama, serta kuat pula ilmunya. Ilmu akan membuat ia mampu bertahan serta senantiasa memiliki jalan ikhtiar untuk keluar dari permasalahan yang ia hadapi.

Nah, mari Parents, kita koreksi kembali apakah telah benar langkah yang kita ambil dalam mendidik anak kita di rumah. Jika masih ada yang kurang, mari kita lengkapi, jika ada yang keluar jalur, mari kita benahi.

Jika telah benar dan sesuai perintah Allah, mari kita berdoa agar Allah senantiasa menjaga keistiqomahan, lisan dan hati kita dari hal-hal yang tidak Allah kehendaki.

Sumber :

https://id.theasianparent.com

Tips Agar Anak Cerdas Sejak Bayi

parenting

Semua Ibu pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Tapi tahukah Anda, 4 hal ini tidak hanya baik tapi juga dapat membuat anak lebih cerdas dan sehat sejak bayi?

Ayo Bu, Anda bisa mencetak sang juara!

1. Bicara dengan cerdas
Ajak bayi Anda bicara sesering mungkin
Menurut Dr.Jean Ashton –pengajar dan pemerhati pendidikan anak usia dini dari Universitas Sydey, Asutralia, mengajak bayi bicara bukan hanya terbatas pada memuji, mengeluarkan kata-kata lucu atau memanggil-manggil namanya.

“Ajak bayi Anda bicara dan belajar juga menjadi pendengar yang baik untuknya. Bayi mungkin belum bisa menjawab dengan kata-kata, namun mereka pandai merespon melalui ekspresinya. Respon ini yang perlu diperhatikan dan dihargai sebagai bentuk awal bayi belajar berkomunikasi dengan lingkungannya.”

Anda juga dapat mengajak bayi berbicara cerdas dengan memanggil namanya, menanyakan sesuatu, menjelaskan hal sesuai logika serta menggunakan kalimat lengkap.

2. Ikut bermain
Masih menurut Dr. Ashton, keterlibatan Mama saat anak bermain dapat megajarkan cara bermain yang seharusnya. Kegiatan ini juga akan membantu mempercepat proses belajar anak, mengembangkan potensi sosialnya, mengenali kemampuan atau bakat, minat, hingga kebutuhan emosionalnya.

3. Bacakan cerita
Tidak ada kata terlalu dini untuk mulai membacakan cerita untuk anak. Seperti yang dikatakan Dr.Rosmarie Truglio, seorang ahli pendidikan, “Membaca dapat menumbuhkan kecintaan anak pada buku, meningkatkan kemampuan kosakata serta membantu mengembangkan keterampilan berbahasa.”

Pilih buku-buku sederhana dengan gambar dan warna yang menarik agar anak dapat turut melihat dan memainkannya.

4. Bernyanyilah!
Pilih lagu yang memiliki syair berima, memiliki nada-nada atau bunyi-bunyi unik serta membuat Anda bergerak. Cicak-cicak di dinding, hap! Mudah, bukan? “Ini cara yang sangat menyenangkan untuk mengajak anak mempelajari beragam bunyi dan menamabah perbendaharaan kata. Anak juga akan terdorong untuk ikut bergerak dan bergembira.

http://www.parenting.co.id/bayi/tips+agar+anak+cerdas+sejak+bayi

Tips Parenting

Tips Parenting
#SumberEnsiklopediMuhammad#

13000375_1316302095053412_8458909774841536933_n

12991010_1316302108386744_7610849837297126202_n

12974494_1316302128386742_3115900002301604413_n

13043706_1316302145053407_986024999994353797_n

13012693_1316302171720071_9031741382873671047_n

13001178_1316302221720066_5826926007588717913_n

13051643_1316302265053395_1695001446663864453_n

13007178_1316302268386728_1012176672846954547_n

12993454_1316302305053391_6409223731741340777_n

13051585_1316302308386724_2166457016202233334_n

11248346_1316302335053388_8460209271414866268_n

Serba-Serbi

12963600_1001830419913852_6286961754747851058_n

MANFAAT DAHSYAT MENDONGENG UNTUK ANAK . . .

Mendongeng pastinya tidak asing lagi ditelinga kita. Tetapi eksistensi kegiatan mendongeng ini cenderung makin memudar karena dimakan oleh usia. Padahal terdapat banyak sekali keuntungan bagi anak-anak kita jika mereka mendapatkan dongeng. . .

Perlu kita ketahui bahwa dongeng anak-anak sangat berguna meskipun pada praktiknya kita mempunyai banyak sekali halangan seperti perasaan lelah setelah bekerja dan menganggap mendongeng untuk anak menjadi sangat merepotkan. . .

Padahal manfaat dongeng untuk anak sangatlah banyak seperti merekatkan hubungan orang tua dengan anak dan mendongeng juga bisa membantu mengoptimalkan perkembangan psikologis dan kecerdasan anak secara emosional. Masih ada lagi manfaat lainnya yang akan diuraikan dibawah ini: . .

1. Mengembangkan Daya Imajinasi Anak .

Perlu kita ketahui bahwa dunia anak adalah dunia imajinasi. Jadi anak mempunyai dunianya sendiri dan tak jarang mereka berbicara denga teman khayalannya. . .

Dengan daya imajinasi yang masih sangat bagus ini, maka kita sebagai orang tua harus bisa mengarahkannya kearah yang positif dan tetap terkontrol. Dengan dongeng anak-anak maka inilah cara terbaik untuk mengarahkan mereka kearah yang baik. . . .

2. Meningkatkan Keterampilan dalam Berbahasa .

Dongeng merupakan stimulasi dini yang mampu merangsang keterampilan berbahasa pada anak-anak. Perlu kita ketahui bahwa cerita dongeng anak-anak mampu merangsang anak-anak terutama anak perempuan dalam meningkatkan keterampilan berbahasa mereka. . .
Hal ini dikarenakan anak perempuan lebih fokus dan konsentrasi daripada anak laki-laki. Kemampuan verbal adalah kemampuan awal yang dimiliki anak-anak dan inilah mengapa otak kanan mereka lebih berkembang dan ini juga yang menyebabkan mereka lebih terlatih dalam berbahasa. . .

Kisah-kisah dongeng yang mengandung cerita positif tentang perilaku dan sebagainya membuat anak-anak menjadi lebih mudah dalam menyerap tutur kata yang sopan. . . .

3. Membangkitkan Minat Baca Anak .

Jika ingin memiliki anak yang mempunyai minat baca yang baik, maka mendongeng adalah jalan menuju hasil tersebut. Dengan memberikan cerita dongeng anak-anak, maka anak-anak akan tertarik dan rasa penasaran ini membuat mereka ingin mencari tahu. Inilah dimana keinginan untuk membaca menjadi semakin meningkat. . .

Dengan membacakan buku cerita yang menarik kepada anak adalah cara paling mudah yang bisa kita lakukan. . . .

4. Membangun Kecerdasan Emosional Anak

Mendongeng kepada anak bisa membangkitkan kecerdasan emosional mereka dan ini juga sarana hebat yang mampu merekatkan hubungan ibu dan anak. Seperti yang kita tahu bahwa anak-anak mempunyai kesulitan dalam mempelajari nilai-nilai moral dalam kehidupan. . .

Dengan dongeng anak-anak maka kita bisa memberikan contoh melalui tokoh dalam cerita yang kita dongengkan. Dongeng anak-anak akan membangtu anak dalam menyerap nilai-nilai emosional pada sesama. . .

Tidak bisa dipungkiri bahwa kecerdasan emosional juga penting disamping kecerdasan kognitif. Kecerdasan emosional sangat penting bagi kehidupan sosial mereka kelak. . . .

5. Membentuk Rasa Empati Anak . Melalui stimulasi cerita dongeng anak, kepekaan anak pada usia 3-7 tahun akan dirangsang mengenai situasai sosial disekitar mereka. Dengan metode dongeng untuk anak ini maka mereka akan belajar berempati terhadap lingkungan sekitar. . .

Stimulasi yang akan lebih berhasil adalah dengan merangsang indera pendengarannya. Penting bagi kita memberikan stimulasi ini untuk memberikan mereka bekal yang baik untuk masa depannya. . .

Dengan cerita-cerita dongeng yang mendidik, maka anak akan dengan mudah menyerap nilai positif yang akan menjadikan mereka anak yang berempati dengan orang lain. . .